Sabtu, 16 Juli 2011

Wanita hebat atau bodohkah aku?

Mungkin, aku dapat dikatakan wanita bodoh, tapi mungkin, aku juga bisa dikatakan wanita hebat. Tergantung orang melihatku dari sudut pandang apa. Jika ditelaah secara logika, memang seharusnya aku membenci dia dan menjauhinya. Tapi bagiku, itu cuma bentuk pelarian hidup. Semua orang di dunia ini pasti nantinya akan saling bersinggungan baik secara langsung maupun tidak langsung.  Sepeti halnya kisahku ini.


Aku pernah mencintai seseorang selain ayah, ibu, dan saudara-saudaraku. Aku menyanyangi entah itu tulus atau tidak aku tidak tahu. Bagiku, ketulusan itu tidak dapat digambarkan atau dianalogikan. Aku tidak tahu perasaan dia sebenarnya bagaimana, apakah benar dia mencintaiku atau tidak. Aku tidak tahu karena aku tidak dapat membaca pikirannya. Tapi aku merasakan perasaan nyaman dan aman jika dia di sampingku. Namun, aku tidak dapat memasikan apakah rasa nyaman dan aman ini merupakan perasaan cintanya padaku. Aku tidak dapat memastikannya karena dia manusia. Manusia merupakan makhluk Tuhan yang kompleks. Penuh rasa dan warna.


Itulah manusia hingga peristiwa itu terjadi. Aku menduga ada perubahan pada dirinya, entah itu apa aku tidak tahu hingga Tuhan menunjukan bukti-bukti dalam bentuk peristiwa. Hati aku hancur. Hancur sekali, mengetahui dia menyukai wanita lain selain aku. Bukan hak aku melarang dia menyukai orang lain karena kami tidak berpacaran dan kami pun belumlah suami istri. Aku tidak memiliki hak apapun untuk melarangnya. Sakit, memang sakit. Rasanya seperti keramik yang dibanting hingga hancur lebur. Cukup lama aku menata hati, meminta Tuhan untuk menjaga aku tidak menjadi orang yang merugi karena membenci seseorang, salah satu makhluk ciptaannya.


Kini, hubungan aku dengannya sangat baik. Kami saling terbuka. Menunjukan satu sama lain siapa diri kami sebenarnya tidaklah sungkan. Bahkan, kami saling support. Mungkin, Anda akan berpikir “bagaimana bisa seperti itu? Menjalin hubungan baik setelah disakiti dan diporandakan hatimu?” Iya, memang itulah anehnya. Aku pun tidak tahu hingga kini. Aku cuma berpikir, kenapa harus saling menjauhi jika ternyata kita tidak dapat saling menjauhkan diri. Aku cuma berpikir tidak ada untungnya jika hati dipengaruhi oleh benci, amarah, dan kekecewaan yang berkelanjutan. Tho, dia telah menunjukan bahwa dirinya layak untuk menjadi teman, kenapa tidak diterima? Kenapa harus dijauhi?
Teman dekatku bilang, aku begitu bodohnya masih mau berteman bahkan bersahabatan dengan orang yang telah menyakiti perasaan kita. Tapi aku tidak sependapat dengannya, aku cuma tidak ingin menjadi manusia bodoh yang dikuasi oleh amarah dan benci. Seperti aku bilang sebelumnya, manusia itu makhluk Tuhan yang paling kompleks.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar